Semarang at a Glance

Semarang, a growing city on the north coast of the island of Java, is the capital city of Central Java Province. Blessed with its geographical feature, a beautiful combination of coastal plain on the north where the city is built, and hills and higher grounds on the south, plus two rivers on east and west side,  Semarang grew from a major port in Dutch colonial era into a city where all demands meet. As the center of governmental activities, businesses, manufacturers, and educations in central Java, Semarang stands out among other cities for its growth and development.


With its strategic location, business and trade ranging from home-scale into national and international level are part of its daily breath. Hospitality services, manufacturing industries, and educations grow accordingly. All are supported with firm and just government, nurturing and expanding every potential found. Moreover, its unique blend of Javanese, Chinese, Indian and Arabian cultures provide people with a tantalizing charm of contrast and harmony. Modern, mid-rises, Dutch colonial architecture, China town, and small kampongs are just against each other, each contributes to colorful and dynamic spirit of the city.

Different in culture, religion or intention do not make people in Semarang lost their hospitality. A warm welcome, without doubt, will be extended as you arrive, and it does not take long to be familiar with a friendly and easygoing life in Semarang.

Sekilas Semarang 

Semarang, sebuah kota yang tumbuh di pantai utara pulau Jawa, adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah. Diberkati dengan fitur geografis, sebuah kombinasi yang indah dari dataran pantai di sebelah utara di mana kota ini dibangun, dan bukit-bukit dan tempat yang lebih tinggi di selatan, ditambah dua sungai di sebelah timur dan barat, Semarang tumbuh dari sebuah pelabuhan utama pada masa kolonial Belanda ke kota di mana semua tuntutan bertemu. Sebagai pusat kegiatan pemerintahan, bisnis, produsen, dan pendidikan di Jawa Tengah, Semarang berdiri di antara kota-kota lain untuk pertumbuhan dan pembangunan. 

Dengan strategis bisnis, lokasi dan perdagangan mulai dari skala rumah tangga ke tingkat nasional dan internasional adalah bagian dari nafas hariannya. jasa Perhotelan, industri manufaktur, dan pendidikan tumbuh sesuai. Semua didukung dengan perusahaan dan pemerintah saja, memelihara dan mengembangkan potensi setiap ditemukan. Selain itu, unik perpaduan Jawa, Cina, budaya India dan Arab memberikan orang dengan pesona menggoda kontras dan harmoni. Modern, pertengahan naik, arsitektur kolonial Belanda, kota Cina, dan kampung kecil hanya terhadap satu sama lain, masing-masing memberikan kontribusi terhadap semangat warna-warni dan dinamis kota. Berbeda dalam budaya, agama atau niat tidak membuat orang di Semarang kehilangan keramahan mereka. Sebuah sambutan yang hangat, tanpa diragukan lagi, akan diperpanjang saat Anda tiba, dan tidak butuh waktu lama untuk menjadi akrab dengan kehidupan yang ramah dan santai di Semarang.

Tugu Muda
Tugu Muda
Tugu Muda is a historical monument located at the downtown right in the middle of road intersection of Jl. Sutomo, Jl. Pandanaran, Jl. Imam Bonjol, and Jl. Soegiyopranoto. The monument was built as a remembrance of the Indonesian warriors who died in five-day battle against Japan in Semarang on October 14 - 15, 1945.
The monument resembles the shape of a candle. It represents the never-ending spirit of the warriors to defend Indonesia's independence. There are some reliefs in each ankle of the monument describing the suffering of the people at that time, such as: Hongeroedem relief, war relief, agression relief, victim relief, and memorial relief. The laying of the first cornerstone was done by Budiyono, the first Governor of Central Java; and the monument itself was inaugurated on May 20, 1953 by Soekarno, the first president of Indonesia.

Tugu Muda
Tugu Muda merupakan monumen bersejarah yang terletak di pusat kota tepat ditengah jalan persimpangan Jl. Sutomo, Jl. Pandanaran, Jl. Imam Bonjol, dan Jl.Soegiyopranoto. Monumen ini dibangun sebagai peringatan dari para prajuritIndonesia yang tewas dalam pertempuran lima hari melawan Jepang di Semarangpada tanggal 14 - 15, 1945.
Monumen menyerupai bentuk lilin. Ia mewakili semangat tidak pernah berakhir para prajurit untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Ada beberapa relief di setiappergelangan kaki dari monumen yang menggambarkan penderitaan rakyat pada saatitu, seperti: relief Hongeroedem, relief perang, agresi relief, relief korban, dan bantuanperingatan. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Budiyono, Gubernur pertama Jawa Tengah, dan monumen itu sendiri diresmikan pada 20 Mei 1953 oleh Soekarno,presiden pertama Indonesia.

Blenduk Church (Gereja Blenduk)
Blenduk Church
This church has an architectural design of 1750s era. It was restored in 1894 by HPA. De Wilde and Westmas. The church is situated at Jl. Letjen Suprapto No. 32. The original name of the church is Emmanuel church. Because of the shape of the church's dome, it is popularly called Blenduk Church. The interesting thing of this church is its original composition of its interior and organ since the very first clergyman, Johanes Wihelkmus Semkar (1753-1760).

Gereja Blenduk
Gereja ini memiliki desain arsitektur era 1750-an. Saat itu dipugar tahun 1894 olehHPA. De Wilde dan Westmas. Gereja ini terletak di Jl. Letjen Suprapto No 32. Namaasli dari gereja adalah Emmanuel gereja. Karena bentuk kubah gereja, yang populerdisebut Gereja Blenduk. Hal yang menarik dari gereja ini adalah komposisi aslinyainterior dan organ sejak pendeta pertama, Johanes Wihelkmus Semkar (1753-1760).

The Old City (Kota Lama)
The Old City

In the late 1990s the government of Semarang City revitalized the Old City area by renovating its street, maximizing the function of its polder to control flood so that the old buildings can be functioned as office, shop, restaurant, etc. The open space around the polder is used for recreation place, art performance, and Dugderan before the beginning of the Fasting month. 

Kota Tua
Pada akhir 1990 an pemerintah kota Semarang merevitalisasi Kawasan Kota Tua dengan merenovasi jalan, memaksimalkan fungsi polder untuk mengontrol banjir sehinggan bangunan tua dapat dijadikan sebagai kantor, toko, restauran dan lainnya.
Pembukaan ruang disekitar polder digunakan untuk tempat rekreasi, pertunjukkan seni, dan Dugderan sebelum awal bulan puasa 


Sam Poo Kong Temple (Klenteng Sam Poo Kong)

Sam Poo Kong 
is a unique place because it is not only visited by buddhist, but also other people from other religions.
The existence of this temple cannot be separated from the famous legendary figure, namely Admiral Cheng Hoo who lived at the era of the third emperor of Ming Dynasty, Zhu De. Carrying out the emperor's order, Admiral Cheng Hoo had already traversed to the Asia Pacific and got off in Semarang. Upon arriving in Semarang, he got the title, Sam Poo Tay Djien. In order to remember him, Semarang people built Gedung Batu temple, called Sam Poo Kong. Every year Semarang people hold the celebration of the landing of Admiral Cheng Hoo in Semarang by means of parading around the statue of Sam Poo Tay Djien from Klenteng Tay Kak Sie in Lombok alley to Gedung Batu temple.

Sam Poo Kong
adalah tempat yang unik karena tidak hanya dikunjungi oleh Budha, tetapi juga oranglain dari agama lain.
Keberadaan candi ini tidak dapat dipisahkan dari tokoh legendaris yang terkenal,yaitu Laksamana Cheng Hoo yang hidup pada zaman kaisar ketiga Dinasti Ming, ZhuDe. Melaksanakan perintah kaisar, Laksamana Cheng Hoo telah melintasi ke Asia Pasifik dan turun di Semarang. Setelah tiba di Semarang, ia mendapat gelar, SamPoo Tay Djien. Dalam rangka untuk mengingat dia, Semarang orang-orang membangun candi Gedung Batu, yang disebut Sam Poo Kong. Setiap tahunSemarang orang memegang perayaan pendaratan Laksamana Cheng Hoo diSemarang dengan cara memamerkan sekitar patung Sam Poo Tay Djien dariKlenteng Tay Kak Sie di gang Lombok ke Candi Gedung Batu.
Thousand of  Door (Lawang Sewu)
Lawang Sewu
The building located in Tugu Muda complex was once a luxurious art deco-styled building used by Dutch government as a central office of train company called Nederlandsch Indische Spoorweg Maschaappij (NIS). The building having lots of doors was built in 1903 and inaugurated on July 1, 1907 by Prof. Jacob F. Klinkhamer and B.J. Queendag. Semarang people recognize this building as Lawang Sewu. It is literally translated into English as A Thousand Doors. It is called so because it has been Javanese people's custom to call anything seems a lot with "sewu" or a thousand.
Historically, Lawang Sewu was once used as Train Office of Indonesia or now called PT. Kereta Api Indonesia. Then, in the interest of military, it was used by Kodam IV Diponegoro, which is now settled in Watugong, as the regional office of communication department of Central Java. Nowadays, the building is empty and often used as an exhibition place.

Lawang Sewu
Bangunan yang terletak di kompleks Tugu Muda pernah sebuah gedung mewah artdeco-gaya yang digunakan oleh Pemerintah Belanda sebagai kantor pusatperusahaan kereta api bernama Nederlandsch Indische Spoorweg Maschaappij (NIS).Bangunan yang memiliki banyak pintu dibangun pada tahun 1903 dan diresmikanpada 1 Juli 1907 oleh Prof Jacob F. Klinkhamer dan BJ Queendag. Orang Semarangmengakui gedung ini sebagai Lawang Sewu. Secara harfiah diterjemahkan ke dalambahasa Inggris sebagai A Thousand Doors. Hal ini disebut demikian karena telahkebiasaan orang Jawa untuk panggilan apa pun tampaknya banyak dengan "sewu"atau seribu.
Secara historis, Lawang Sewu pernah digunakan sebagai Kantor Kereta ApiIndonesia atau sekarang bernama PT. Kereta Api Indonesia. Kemudian, untuk kepentingan militer, itu digunakan oleh Kodam IV Diponegoro, yang sekarangmenetap di Watugong, sebagai kantor wilayah departemen komunikasi Jawa Tengah.Saat ini, bangunan kosong dan sering digunakan sebagai tempat pameran.
Semarang's Great Mosque (Masjid Agung Semarang) 
Telusuri Keunikan Pagoda di Semarang
Pagoda Temple (Kuil Pagoda)

And many more interesting places in Semarang...

Advertise